Langsung ke konten utama

ANALISA SISTEM K3



1. KETENTUAN OHSAS 18001 DAN ISO 45001
1.1 OHSAS 18001 / ISO 45001 : 2016
Perkembangan perusahaan dan industri mempunyai korelasi dengan pekerja, Banyak Industri yang prosesnya berdampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan pekerjanya seperti industri bahan kimia, jasa konstruksi, plastik, besi baja, dsb. Hal tersebut dapat berpengaruh pada meningkatnya biaya pekerja dan berpengaruh pada citra. Sejalan dengan hal ini maka industri-industri yang berdampak bagi pekerjanya harus mengelola lingkungan kerja nya agar dapat menurunkan dampak. Sikap kritis dari masyarakat dunia juga mendorong industri yang beresiko ke pekerja untuk menerapkan suatu sistem pengelolaan yang aman bagi pekerjanya. Latar belakang inilah yang melandasi pembentukan OHSAS 18001. OHSAS 18001 diakomodasikan untuk pengendalian operasional proses yang aman bagi pekerja.

1.1.1 Pengertian OHSAS 18001
  OHSAS 18001 adalah suatu standard internasional untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja/perusahaan. Banyak organisasi di berbagai negara telah mengadopsi OHSAS 18001 untuk mendorong penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan prosedur yang mengharuskan organisasi secara konsisten mengidentifikasi dan mengendalikan resiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan di tempat kerja; serta memperbaiki kinerja dan citra perusahaan.

OHSAS 18001 dipelajari di bidang ergonomi (teknik industri) terutama pada kuliah K3 atau sistem keselamatan kerja atau semacamnya.



Standar OHSAS 18001 disusun berdasarkan metode PDCA (Plan-Do-Check-Act) yang dijabarkan sebagai berikut :
1. Plan (Perencanaan) : membangun tujauan-tujuan dan proses-proses yang diperlukan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan Kebijakan K3suatu organisasi.
2. Do (Pelaksanaan) : Menerapkan proses-proses yang telah direncanakan.
3. Check (Pemeriksaan) : Memantau dan mengukur proses-proses terhadap Kebijakan K3 organisasi.
4. Act (Tindakan) : Mengambil tindakan untuk peningkatan kinerja K3 secara berkelanjutan. 
Elemen Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Standar OHSAS 18001 : 2007
4.1.      Persyaratan Umum
4.2.      Kebijakan K3
4.3.      Perencanaan
4.3.1. Identifikasi Bahaya, Penialaian Resiko dan Pengendalian Resiko
4.3.2. Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya.
4.3.3. Tujuan dan Program-Program K3
4.4.      Penerapan dan Operasi
4.4.1. Sumber Daya, Peran, Tanggung-Jawab, Fungsi dan Wewenan
4.4.2. Kompetensi, Pelatihan dan Pengetahuan
4.4.3. Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi
4.4.4. Dokumentasi
4.4.5. Pengendalian Dokumen
4.4.6. Pengendalian Operasi
4.4.7. Persiapan Tanggap Darurat
4.5. Pemeriksaan
4.5.1. Pengukuran dan Pemantauan Kinerja
4.5.2. Evaluasi Penyimpangan
4.5.3. Investigasi Insiden, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan
4.5.3.1. Investigasi Insiden
4.5.3.2. Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan
4.5.4. Pengendalian Catatan
4.5.5. Audit Internal
4.6. Tinjauan Manajemen

1.1.2 Pengertian ISO 45001:2016
         Pengertian ISO 45001:2016 adalah standar internasional yang menetapkan persyaratan untuk kesehatan dan keselamatan kerja/  sistem manajemen K3, dengan panduannya  yang dapat  memungkinkan organisasi agar secara proaktif meningkatkan kinerja  dalam hal mencegah cedera, kecelakaan kerja  dan gangguan kesehatan.

1.2 Penerapan ISO 45001:2016
ISO 45001 ini  diterapkan untuk setiap organisasi terlepas dari ukuran, jenis dan sifat. Semua persyaratan dimaksudkan untuk diintegrasikan ke dalam proses manajemen organisasi sendiri.
ISO 45001 memungkinkan sebuah organisasi, melalui sistem manajemen K3, untuk mengintegrasikan aspek lain dari kesehatan dan keselamatan, seperti kesehatan  pekerja/ kesejahteraan;
Dengan Menerapkan Sistem Manajemen K3 / SMK3 di dalam organisasi di harapkan kecelakaan kerja akan dapat berkurang drastis, mengingat organisasi akan melakukan upaya upaya mencegah, mengurangi dan menghilangkan sumber bahaya dan sumber penyakit akibat kerja secara sistematis dan berkesinambungan.
ISO 45001 adalah sebuah standar internasional baru untuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3 / OH&S), yang akan segera menggantikan standar OHSAS 18001. Lalu apa perbedaan diantara keduanya? ISO 45001  adalah standar SMK3 yang dirancang oleh Komite proyek ISO dan dijadwalkan untuk dipublikasikan pada akhir tahun 2016 (diperkirakan bulan Oktober). Terdapat  sejumlah perbedaan antara ISO 45001  dan OHSAS 18001. Beberapa perbedaan utama antara keduanya adalah sebagai berikut:
Perbedaan pertama berkaitan dengan struktur. ISO 45001 didasarkan pada ISO Guide 83 (“Annex SL”) yang menetapkan struktur tingkat tinggi yang umum, teks dan istilah serta definisi umum  untuk sistem manajemen (misalnya ISO 9001 , ISO 14001, dll.). Struktur ini bertujuan untuk memfasilitasi proses implementasi dan integrasi beberapa sistem manajemen secara harmonis, terstruktur dan efisien.
Selain itu, dalam standar baru ada fokus yang kuat pada “konteks organisasi”. Pada ISO 45001, organisasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan apa isu K3 yang secara langsung berdampak pada mereka, akan tetapi juga melibatkan masyarakat lebih luas dan bagaimana kerja mereka bisa  juga berdampak pada komunitas di sekitarnya.
Pada ISO 45001, organisasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan apa isu K3 yang secara langsung berdampak pada mereka, akan tetapi juga melibatkan masyarakat lebih luas dan bagaimana kerja mereka bisa  juga berdampak pada komunitas di sekitarnya.
Beberapa organisasi yang menggunakan OHSAS 18001 mendelegasikan tanggung jawab kesehatan dan keselamatan kerja pada manajer K3, ketimbang mengintegrasikannya dalam sistem operasi organisasi. ISO 45001 menuntut penggabungan dari aspek kesehatan dan keselamatan kerja dalam keseluruhan sistem manajemen organisasi, dengan demikian mendorong top manajemen untuk memiliki peran kepemimpinan yang kuat terhadap sistem manajemen K3.
ISO 45001 berfokus pada mengidentifikasi dan mengendalikan risiko daripada bahaya, sebagaimana dipersyaratkan dalam OHSAS 18001. ISO 45001 mempersyaratkan organisasi untuk memperhitungkan bagaimana pemasok dan kontraktor mengelola resikonya. Dalam ISO 45001 beberapa konsep dasar yang berubah, seperti risiko, pekerja dan tempat kerja. Ada juga istilah definisi baru seperti: monitoring, pengukuran, efektivitas, kinerja dan proses K3.
Beberapa organisasi yang menggunakan OHSAS 18001 mendelegasikan tanggung jawab kesehatan dan keselamatan kerja pada manajer K3, ketimbang mengintegrasikannya dalam sistem operasi organisasi. ISO 45001 menuntut penggabungan dari aspek kesehatan dan keselamatan kerja dalam keseluruhan sistem manajemen organisasi, dengan demikian mendorong top manajemen untuk memiliki peran kepemimpinan yang kuat terhadap sistem manajemen K3.
 Meskipun terdapat beberapa perubahan, tujuan keseluruhan ISO 45001 tetap sama seperti OHSAS 18001, yaitu untuk mengurangi risiko yang tidak dapat diterima dan memastikan keselamatan dan kesejahteraan semua orang yang terlibat dalam kegiatan organisasi.
Tahap Draft International Standard sudah selesai pada bulan Oktober lalu, sedangkan terkait tahap Final Draft International Standard dijadwalkan selesai pada Q1 2016 (Januari, Februari, Maret).

Selain itu, dalam standar baru ada fokus yang kuat pada “konteks organisasi”. Pada ISO 45001, organisasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan apa isu K3 yang secara langsung berdampak pada mereka, akan tetapi juga melibatkan masyarakat lebih luas dan bagaimana kerja mereka bisa  juga berdampak pada komunitas di sekitarnya.
1.3 Manfaat Penerapan ISO 45001:2016
1.      Mengurangi , Mencegah kecelakaan Kerja
2.      Meningkatkan Keamanan karyawan
3.      Meningkatkan Pemahaman dan pengetahuan Karyawan mengenai K3
4.      Menciptakan Lingkungan kerja yang aman
5.      Meningkatkan efisiensi kerja
6.      Membuka pasar nasional maupun internasional
7.      Membantu pemerintah dalam implementasi persyaratan perundangan K3
8.      Menambah Image Perusahaan

2.    Pengertian UU No. 1 Tahun 1970
Tempat kerja dalam UU No. 1 Tahun 1970 merupakan tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya terhadap pekerja. Yang termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Safety menurut kamus adalah mutu suatu keadaan aman atau kebebasan dari bahaya dan kecelakaan. Keselamatan kerja atau safety adalah suatu usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman bebas dari kecelakaan Kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan atau tidak disengaja serta tiba-tiba dan menimbulkan kerugian, baik harta maupun jiwa manusia. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau sedang melakukan pekerjaan disuatu tempat kerja. Keselamatan kerja adalah menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya.
2.1.    Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja
    Dari pemahaman diatas sasaran keselamatan kerja adalah:
  1. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
  2. Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan.
  3. Mencegah/ mengurangi kematian.
  4. Mencegah/mengurangi cacat tetap.
  5. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, instalasi dan lain sebagainya.
  6. Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin kehidupan produktifnya.
  7. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumbersumber produksi lainnya.
  8. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat menimbulkan kegembiraan semangat kerja.
  9. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi industri serta pembangunan
Dari sasaran tersebut maka keselamatan kerja ditujukan bagi:
  1. Manusia (pekerja dan masyarakat)
  2. Benda (alat, mesin, bangunan dll)
  3. Lingkungan (air, udara, cahaya, tanah, hewan dan tumbuhtumbuhan)
2.2 Dasar Hukum Undang – Undang Keselamatan Kerja
1.      Undang-Undang Dasar 1945, pasal 5, 20 dan 27
2.   Undang Undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Selain itu ada beberapa Peraturan yang Berkaitan dengan K3, antara lain:
1.   UU No. 1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948 No. 1, yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat kerja.
2.   UU UAP (Stoon Ordonantie, Stdl. No.225 tahun 1930), yang mengatur keselamatan kerja secara umum dan bersifat nasional.
3.   UU Timah Putih Kering, yang mengatur tentang larangan membuat, memasukkan, menyimpan atau menjual timah putih kering kecuali untuk keperluan ilmiah dan pengobatan atau dengan izin dari pemerintah.
4.   UU Petasan, yang mengatur tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk kegembiraan/keramaian kecuali untuk keperluan pemerintah.
5.   UU Rel Industri, yang mengatur tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel guna keperluan perusahaan pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan perdagangan.
6.   UU No. 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
7.        UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial:
a.          Jaminan kecelakaan kerja
b.         Jaminan kematian
c.          Jaminan hari tua
d.         Jaminan pemeliharaan kesehatan

2.3      Syarat Kesehatan Keselamatan Kerja ( K3 )
Persyaratan Kesehatan Keselamatan Kerja ditetapkan dalam pasal-pasal di bawah ini:
1.   Pasal 3 ayat 1 berisikan arah dan sasaran yang akan dicapai.
2.   Pasal 2 ayat 3 merupakan escape clausul , sehingga rincian yang ada dalam pasal 3 ayat 1 dapat diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan    teknologi serta penemuan-penemuan di kemudian hari.
3.   Pasal 4 ayat 2, mengatur tentang kodifikasi persyaratan teknis keselamatan dan kesehatan kerja yang memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis.

2.4       Pembinaan Kesehatan Keselamatan Kerja ( K3 )
Pembinaan K3, dapat dilakukan antara lain dengan :
1.               Penyuluhan, dapat berupa :
- ceramah-ceramah K3
- pemasangan poster-poster K3
- pemutaran film/slide K3
2.               Safety Talk (Toolbox Meeting)
Dilakukan setiap awal gilir kerja/shif
3.               Safety Training
- Pelatihan penggunaan peralatan keselamatan Kerja
- Pelatihan pemadam kebakaran
- Pelatihan pengendalian keadaan darurat
- Pelatihan P3K
4. Safety Inspection
- Inspeksi rutin
- Inspeksi berkala
- Inspeksi K3 bersama, dll
5. Safety Investigasi
Investigasi terhadap kejadian berbahaya/hampir kecelakaan
6. Safety Meeting
Suatu pertemuan yang membahas hal-hal yg berkaitan dgn permasalahan K3
7. Safety audit
8. Pemantauan Lingkungan Kondisi Kerja
9. Penyedian Alat-Alat Perlengkapan K3
- Alat Pelindung Diri
- Alat Perlengkapan K3
10.  Organisasi K3
11.  Program K3 Tahunan
Berguna sbg evaluasi pelaksanaan K3 yang telah diterapkan (dpt sbg monitoring).
Unsur-unsur program K3 :
- Kebijakan/Policy K3
- Tanggung Jawab K3
- Rasa Keterlibatan
- Motivasi

2.4       Pengawasan Kesehatan Keselamatan Kerja ( K3 )
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 ayat 8 pengawasan K3 meliputi :
  1. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

  1. Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
  1. secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
2.5       Ketentuan Pelanggaran dan Ketentuan Pelaksanaan
  1. Ketentuan Pelanggaran
Ancaman hukuman dari pelanggaran ketentuan UU Keselamatan Kerja adalah hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setingginya Rp. 100.000,-. Proses projustisia dilaksanakan sesuai dengan UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
  1. Ketentuan Pelaksanaan
Dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a.       Peraturan pelaksanaan yang bersumber dari Velleigheidsreglement (VR) 1910 berupa             peraturan khusus yang masih diberlakukan berdasarkan pasal 17 UU Keselamatan Kerja.
b.      Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan berdasarkan UU Keselamatan Kerja sendiri sebagai peraturan organiknya.
c.       Tujuan undang – undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah :
d.      Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
e.       Agar sumber produksi dapat dipakai secara aman dan digunakan secara efisien.
f.       Agar proses produksi dapat berjalan tanpa hambatan apapun.

3.    Masalah
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia adalah dengan melaksanakan aturan kesehatan dan keselamatan kerja
3.1     Pembahasan
Berdasarkan masalah diatas maka kami mecoba memberikan beberapa pembahasan yang mengarah kepada tujuan pembuatan makalah ini.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Dikarenakan begitu pentingnya peranan pelaksanaan kesehatan keselamatan kerja sehingga pemerintah serta dinas terkait membuat peraturan- pertauran ataupun kebijakan yang dapat dibuat sebagai landasan perusahaan atau instansi yang menyelenggarakan kegiatan kerja

Contoh Pasal dalam Undang Undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
yang dapat kami jelaskan saat ini adalah pasal 87 yang berisikan
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
.

dan dalam pasal ini dapat kami coba menjelaskan bahwa keselamatan kerja adalah penting yang harus diperhatikan suatu perusahaan atau instansi dengan melibatakan sistem manajemen perusahaan atau instansi itu sendiri terkait dengan keselamatan kesehatan kerja ini seperti perencanaan, pelaksanaan,tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yag dibutuhkan bagi pengembangan dan pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang erkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman.
Contoh Pasal 9 dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang berisikan:
  1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
    1. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;
    2. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja;
    3. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
    4. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
  2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
  3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
  4. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.
Dari isi pasal ini dapat terlihat bahwa undang undang pun mengaur secara rinci tentang pentingnya penatalaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja yang perlu diperhatikan oleh perusahaan atau instansi yang mengadakan kegiatan kerja dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat standar nya. Kewajiban yang harus dilakukan oleh penyelenggara kegiatan kerja ini dan ada beberapa sanksi yang dapat diberikan bila tidak melakukannya yang diatur dalam undang undang di pasal lainnya.

4. Risiko Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi
Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu (Djati, 2006) :
a. Kecelakaan umum
Adalah kecelakaan yang terjadi tidak ada hubungannya dengan pekerjaan seperti kecelakaan pada waktu hari libur/ cuti, kecelakaan di rumah dll.
b. Kecelakaan akibat kerja
Adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja di perusahaan. Kecelakaan karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Kecelakaan di industri konstruksi termasuk kecelakaan akibat kerja. Industri konstruksi sangat rawan terhadap kecelakaan kerja. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat khusus konstruksi yang tidak sama dengan industri lainnya yaitu (DK3N, 2000):



a. Jenis pekerjaan/ kegiatan pada industri konstruksi pada setiap proyek sangat berlainan (tidak standar), sangat dipengaruhi oleh bentuk/ jenis bangunan, lokasi, kondisi dan situasi lingkungan kerja serta metode pelaksanaannya.
b. Pada setiap pekerjaan konstruksi terdapat berbagai macam jenis kegiatan yang seringkali dilaksanakan secara simultan dengan tujuan untuk mencapai target waktu yang tepat sesuai dengan kontrak yang telah disepakati bersama antara pemilik dan pelaksana proyek.
c. Masih banyaknya kegiatan konstruksi yang menggunakan tangan (manual), yang mungkin tidak dapat dihindari.
d. Teknologi yang menunjang kegiatan konstruksi selalu berkembang dan bervariasi mengikuti laju perkembangan kegiatan konstruksi dan tergantung dari jenis-jenis pekerjaanya.
e. Banyaknya pihak-pihak yang terkait/ ikut ambil bagian atau berperan aktif untuk            terlaksananya kegiatan konstruksi.
f. Banyaknya tenaga kerja informal yang terlibat pada kegiatan konstruksi dengan turn over yang tinggi sehingga membutuhkan sistem penanganan yang khusus.
g. Tingkat pengetahuan (knowledge) dari pekerja konstruksi yang beragam/ tidak merata, baik untuk pengetahuan teknis praktis maupun tingkat manajerial khususnya dalam pengetahuan peraturan/peruandangan yang berlaku.
5. Bahaya
Hazard atau bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau situasi yang berpotensi untuk menimbukan kerugian. Sesuatu disebut sebagai sumber bahaya hanya jika memiliki resiko menimbulkan hasil yang negatif.
            Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya terdapat dimana-mana baik ditempat kerja atau dilingkungan, namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur.
            Dalam terminology keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu:
1.        Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan yang dapat menyebabkan luka hinnga kematian, serta kerusakan property perusahaan. Dampak bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan antara lain:
a.              Bahaya Mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.
b.             Bahaya Elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung listrik.
c.              Bahaya Kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat flanmable (mudah terbakar).
d.              Bahaya peledak, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya explosive.
2.      Bahaya Kesehatan Kerja (Healt Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan antara lain:
a.         Bahaya Fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non-pengion, suhu    dan pencahayaan.
b.         Bahaya Kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dust, mist, funes, gas, vapor.
c.         Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture, manual handling dan postur janggal.
d.         Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi (jamur) yang bersifat patogen.
e.         Bahaya Psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman.



Daftar Pustaka

http://kelasmanajemenmutu.blogspot.com/2016/05/ohsas-18001-iso-45001-2016.html
http://benderak3.blogspot.com/2015/11/makalah-undang-undang-no-1-th-1970.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sertifikat Seminar Sumpah Pemuda

Tugas ISD 6 "Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota"

Masyarakat Desa Desa , atau  udik , menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan ( rural ). Di  Indonesia , istilah  desa  adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah  kecamatan , yang dipimpin oleh  Kepala Desa . Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di  Kalimantan Timur ,  Klèbun  di Madura,  Pambakal  di Kalimantan Selatan, dan  Kuwu  di  Cirebon , Hukum Tua di Sulawesi Utara. Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di  Sumatera Barat  disebut dengan istilah  nagari , di  Aceh  dengan istilah  gampong , di  Papua  dan  Kutai Barat ,  Kalimantan Timur  disebut dengan istilah  kampung . Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat dise

Tugas Rangkuman Sofskill Metodologi Penelitian

Tugas Softskill Rangkuman Jurnal tentang Sand Casing Proses logam dapat diartikan proses dari logam yang dicairkan, dituangkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Logam pertama yang dicor adalah emas dan perak. Pengaruh Metode Pengecoran Terhadap Sifat-Sifat Mekanis pada baling-baling             Proses pembuatan baling-baling dapat dilakukan dengan pengecoran atau penuangan sand casting. Bahan yang digunakan untuk membuat baling-baling biasanya ada 2 yaitu aluminium atau kuningan, yang masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan. Untuk mengetahui pengaruh proses pengecoran terhadap sifat-sifat mekanis yang dihasilkannya, terutama kekerasan dan laju perambatan retak, maka penelitian ini dilakukan. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah baling-baling bediameter 20” (51cm) ssebanyak 2 buah yang terbuat dari alumin